Pertanyaan demi pertanyaan terus bersahutan beradu dengan takut dan ragu. Benarkah aku ini betul-betul ingin jadi pencerita atau penulis? Passion, hobi atau hanya fatamorgana cita-cita? Alih-alih mewujudkan tulisan menjadi sebuah cerita bermakna eh ujung-ujungnya hanya beku didalam folder penyimpanan tidak terpublikasikan.
Sebenarnya menulis bukan hal yang baru buatku, sejak duduk di Sekolah Dasar sudah mulai akrab dengan buku harian. Meski tidak konsisten setiap hari, setidaknya jarang sekali ritual menulis sebelum beranjak tidur ini aku lewatkan. Naik ke jenjang SMP dan SMA kebiasaan menulis buku harian ini terus berlanjut, hanya saja kekerapan menulisnya tidak lah sama. Seminggu paling 2-3 kali biasanya rapelan diakhir pekan karena waktu itu banyak sekali kegiatan "ekstra" yang harus saya lakukan di sekolah. Sehingga, akhir pekan adalah kesempatan 'Me Time' yang tidak bisa diganggu gugat. Jaman seragam putih abu-abu itu lah saya berhasil membuat satu atau dua cerpen yang saya persembahkan untuk sahabat yang berulang tahun. Sayangnya karena saya termasuk kids jaman old dimana USB flash drive/disk, external hardisk masih jadi wacana penemuan. Hanya ada kotak pipih berukuran 5 ¼ inci (133 mm) dan 3 ½ inci (90 mm) bernama cakram flopi atau floppy disk atau populer dengan sebutan disket. Media penyimpan data yang hanya punya kapasitas 1,44 MB, pasti kids jaman now pada teriak nih ruang simpan segitu bisa apa??! Padahal bagi kami anak 90-an, bicara bisa simpan file didisket saja sudah WOW banget...nggak percaya?coba deh tanya Dilan...
Sedihnya ketika komputer rusak dan disket sudah tergeser oleh jaman, komputer keluaran terbaru meniadakan floppy drive jadi bisa dibayangkan semua file berharga itu menguap tanpa jejak. Rekam jejak diingatan hanya salah satu judul cerpen itu saja; Janji Matahari, sebab lain karena kisah didalamnya cukup dapat bintang lah dihati saya...Gue banget gitu...*enaknya dibaca pakai notasi suara siapa ya? He-he-he
Purna menjadi siswa berseragam, keinginan untuk berhasil lagi menulis sebuah cerita tetap masih ada. Sayangnya tergerus dengan banyaknya alasan dan aktifitas lain. Dinamika dunia baru perkuliahan dan penyesuaian diri sebagai anak rantau membuat impian itu mengendap. Namun, buku harian tetap setia berjalan menemani hari-hariku. Ritual sebelum tidur atau sebelum mengulang matei saat belajr dini hari. Jadi sampai saat ini jika ditanya kegiatan menulis saya ini passion atau bukan, sejatinya juga masih bingung apa jawabnya? Sebab saya tidak pernah benar-benar meninggalkan aktifitas menulis, apakah buku harian, spenggase kisah atau bahkan puisi. Ketika cerpen saat SMA itu tercipta saya merasa seperti ada alasan dan tujuan yang kuat dari dalam diri untuk mewujudkannya. Ya, saat itu sahabat saya meminta dengan sangat sebuah kenang-kenangan tulisan dari saya sebagai hadiah ulangtahunnya. Kami sudah kelas 3 dan sudah memiliki tujuan masing-masing saat lukus nanti. Saya sudah bulat akan kuliah di kota lain, pilihan saat itu adalah kota Jogja dan Solo. Mengapa karena dijalan itu fakultas Psikologi yang masuk rangking terbaik ada dua kota tersebut. Setiap hari dia bertanya bagaimana perkembangan tulisan saya dan terus meyakinkan bahwa saya mampu menyelesaikan untuknya. Ia percaya itu layak baca seperti cerita-cerita yang pernah saya buat untuk mading dan atau majalah sekolah kala itu. Sahabat saya ini beda sekolah dengan saya, makanya ketika saya bercerita dan tahu naskah tulisan itu, langsung ribut deh minta jatah.
Kembali ke pertanyaan apakah ini passion, hobi ataukah hanya euforia berbumbu fatamorgana? Saya juga masih menyelidiki hingga kini. Jika ini passion sepertinya saya masih terlalu lemah memperjuangkannya, masih banyak ragu, takut, malas dan perasaan maupun pikiran negatif lainnya. Apakah ini hanya hobi? Saya rasa juga tidak sebab jauh dalam hati kecil saya ada harapan besar dari kegiatan kepenulisan itu. Saya yakini kekuatan bercerita dengan kemasan tulisan yang apik akan membantu pembacanya menemukan asa dan berbahagia.
Source : www.google.com Know it, Dream it, Share it, Do it, Live it |
Lalu apa sih sebenarnya passion itu? Kata Passion, menurut bahasa kita kurang lebih bermakna hasrat atau gairah atau semangat terhadap sesuatu kegiatan atau hal tertentu. Semangat untuk kita selalu merasa ingin meningkatkan kualitas lebih baik dari sebelumnya. Sederhananya, passion itu hal yang bikin kita selalu merasa ada semacam tantangan intrinsik untuk mencapai tingkatan lebih tinggi dari level kemampuan kita sebelumnya. Semacam seperti ada dialog dalam diri kita untuk terus memacu diri berkompetisi melawan diri sendiri, agar sampai pada versi terbaik dari kemampuan diri ini.
Sedangkan kalau hobi mungkin (saya masih menggunakan kata mungkin nih sebab kadang masih suka tertukar mendefinisikannya he-he-he), lebih dikaitkan dengan kesenangan sesaat diwaktu senggang. Having fun kalau kata anak kekinian. Tidak ada tuntutan alamiah dari dalam diri untuk berkompetisi mencapai level tertentu.
Menurut Rene Suhardono, hobi itu ibarat pekarangan rumah dan passion itu ibarat rumahnya. Jadi orang yang mengerjakan hobi hanya ada di pekarangannya saja, sedangkan orang yang benar-benar mengikuti passionnya ibarat telah berada di dalam rumah. Rene juga mengatakan “Passion is what you enjoy the most!”. Maka Rene berpesan, temukan apa passion-mu, apa yang kamu suka, apa yang jadi sumber bacaan utamamu, apa yang menjadi soft skill-mu, lalu berusaha hubungkan antara keduanya, rancang satu action, dan segera eksekusi. Tambahnya lagi Rasakan sensasi senang, bahagia, dan nantikan keajaiban setelahnya!
Mengacu pendapat tersebut; oh ya beliau (Rene Suhardono) adalah salah satu motivator favorit saya, agar saya yakin bahwa menulis ini passion atau bukan. Saya cari secara random buku-buku koleksi saya, bahkan hasil tes psikologi terakhir yang pernah saya ikuti yang juga mengukur kecenderungan passion saya. Buku-buku koleksi saya lebih banyak tentang pengembangan diri, psikologi pendidikan anak dan remaja, filsafat, dan tentang teknik tulis menulis. Temuan itu boleh lah menjadi pertanda bahwa memang kecenderungan passion saya menjadi motivator, konselor, guru, dan juga aktif menjadi story' teller atau pencerita atau penulis. Entah kenapa saya lebih nyaman melabel diri sebagai pencerita dibandingkan dengan predikat penulis. Bukan masalah arti kata hanya mungkin nilai rasa pribadi saja sih.
Menyadari semua kecenderungan diatas saya yakin ini bukan sekedar hobi. Hanya saja, kini komposisi bahan bakar untuk mendorong passion menulis saya ini agar melesat dengan cepat dan tepat masih terhambat. Bisa jadi ini dampak dari salah satu kelemahan saya adalah perfeksionis, sehingga seringkali over thinking saya harus selalu berpikir beberapa kali sebelum melangkah. Tidak seperti passion saya yang lain seperti mengajar, menjadi guru, konselor yang bagaimanapun keadaannya saya berjuang selalu mencari pintu dan ruang untuk tetap menghidupkannya. Mungkin upaya pembuktian cinta saya masih kurang kali ya?!?
Betul sekali passion, tidak sekedar kegiatan yan kita mahir dan bagus dalam mengerjakan itu, tetapi lebih besar dari itu saat kita melakukannya kita akan kerahkan seluruh 'hasrat cinta’ yang ada dalam diri kita untuk menjalaninya. Hingga pada saatnya keajaiban rasa cinta itu datang berbuah kesuksesan, tidak hanya tentang materi tapi kepuasan dalam diri ketika orang lain membaca tulisan kita dan merasa dapat mengambil manfaat kebaikan dari sana. Itu bonus terbesar sesungguhnya.
Source : www.google.com |
Oleh karena itu, kesuksesan tidak dibangun dengan cuma-cuma pun dari modal passion semata. Sekali lagi tidak, kesuksesan mempunyai ramuan yang kompleks campuran dari berbagai unsur dalam kehidupan kita. Mulai dari gagasan, kerja keras, jaringan silaturahim, kemampuan manajemen yang tangguh dan sebagainya. Passion hanyalah sebuah pembuka jalan. Seterusnya ada banyak faktor lain yang perlu digenapi bila ingin kesuksesan menjadi milik kita.
Jadi kesimpulannya saya menulis untuk apa? Untuk membuat saya dan orang lain bahagia dengan berbagi asa dalam cerita, itu saja.
#rumbelliterasimedia
#belajarmenulis
#blogging
#oneweekonepost
#passionmenulis