Cerpen Anak : Rahasia Panda

Senin, 22 Juni 2020

Dua pasang mata tampak sangat seksama mengawasi semua gerak-gerik di balik gulma dan tanaman hias yang tak begitu rimbun. Sejak tadi terlihat ada sekelebat bayangan mencurigakan. Mereka terpaku pada fokus yang sama beberapa waktu.

"Kak, kamu saja yang maju. Kakak kan lebih dulu tinggal di sini ketimbang aku", bisik salah satu dari mereka. Badannya terlihat bergoyang ragu antara langkah ingin maju dan mundur lagi.

"Selama aku hidup di sini selalu aman dan tenteram. Tidak keributan menegangkan seperti ini, jadi kenapa harus aku?", sahut salah satu yang dipanggil kakak tadi. Tampak gentar juga rupanya mungkin karena itu ia akhirnya berkilah.

Mereka saling menatap cukup lama. Bisa jadi sedang mentransfer strategi yang ada dalam pikiran mereka melalui pandangan. Percakapan itu pasti sangat rahasia. Waspada. Takut kalau makhluk yang sedang bersembunyi itu mendengarnya. Tak lama si adik lalu memberikan kode berupa kedipan. Satu...dua...tiga kali kedua mata itu berkedip.

Belum sampai terlaksana di langkah pertama. Mereka dikejutkan oleh makhluk yang benar-benar membuat merinding. Bulu-bulu di badan tegak. Menegang seluruh saraf mereka mendapati sosok yang baru pertama kali ini dilihatnya. Sontak keduanya mundur sekitar dua langkah. Walau begitu mata kakak beradik tak mau lepas dari targetnya.

"Kak Bona, mengapa ia berjalan dengan tubuhnya? Mana kakinya? Lalu itu apa yang ia bawa di atas tubuhnya? Kak...", tanya si adik berondongan.

"Ssst...dik jangan berisik! Sedari tadi aku juga mencari di mana letak kepalanya?", Bona menjawab dengan kepanikan yang kasatmata. Si adik melangkah maju perlahan. Ia sudah tak mampu lagi menahan desakan kepo dalam hatinya.

"Permisi...halo...bisa kah aku menumpang di sini? Kalian penghuni taman ini, kan? Aku... aku tidak tahu kenapa bisa sampai di sini", tiba-tiba makhluk itu bersuara penuh iba.

"Aneh sekali sampai tak tahu kenapa kamu tiba di rumah kami? Jangan bilang kamu jatuh dari langit. Sebenarnya siapa kamu?", sahut Bona ketus. Akhirnya mampu mengumpulkan keberaniannya. Bagaimanapun aku harus melindungi adikku begitu ia terus meyakinkan hatinya.

"Aku mohon kawan, ijinkan aku tinggal sementara waktu ya sampai aku menemukan jalan keluar?", kalimat permohonannya semakin memelas saja.

"Kak...sudah tak apa-apa. Kelihatannya dia tidak berbahaya", bisik adik Bona melunak.

"Kamu selalu membawa benda di atas tubuhmu itu? Kemana kaki dan kepalamu?", selidik Bona tanpa menghiraukan pertanyaan makhluk itu.

"Aku memang diciptakan Tuhan seperti ini. Ini bagian dari tubuhku berfungsi sebagai perlindungan. Coba lah mendekat. Aku tidak berbahaya untuk kalian. Tenang lah!", makhluk itu mengesot. Berusaha menggerakkan tubuhnya mendekat agar mampu memperjelas siapa dirinya sebenarnya. Apapun dia akan lakukan supaya dapat diterima di sini.

"Serius nih kalian belum pernah melihatku atau saudara-saudaraku? Kasihan sekali. Namaku Geri. Aku siput darat pemakan daun-daunan", ujar makhluk misterius itu. Nadanya sudah semakin percaya diri.


Bona dan adiknya maju serempak mendekati Geri. Mereka mengamati dengan sungguh-sungguh dari dekat. Setelah yakin Geri berkata jujur, Bona mengatakan jika ia boleh tinggal di sini selama yang ia butuhkan.

"Terima kasih kalian mau menampungku, semoga kita bisa berkawan baik", ucap Geri penuh rasa syukur. 

"Perkenalkan aku Bona dan ini adikku...", belum usai Bona memperkenalkan diri sudah dipotong oleh sang adik yang sedari tadi tak sabar ingin bicara.

"Halo, Geri. Salam namaku Panda penghuni generasi ketiga di rumah ini. Senang sekali punya teman baru", sahut Panda kegirangan.

"Panda? Bona? Nama kalian aneh...ha..ha..ha", Geri terbahak-bahak tak bisa menahan tawanya.

"Ada yang salah? Tertawamu itu yang aneh sekali", ujar Panda tersinggung. 

"Kalian memang makhluk berkaki empat kurang piknik! Aku akan ceritakan pengalaman dan pengalamanku sebelum terjebak di taman sempit beratap genting ini. Aku senang berpetualang merambah tembok satu ke tembok lain. Sesekali aku mencuri dengar apa yang mereka obrolkan. Aku senang menguping saat mereka sedang belajar", seloroh Geri sedikit sombong.

"Aku yakin manusia pemilik rumah ini yang memilihkannya. Kalian tahu? Panda itu di negara asalnya, Tiongkok, berarti kucing...iya kucing tapi bukan seperti kalian. Kucing Beruang Besar begitu mereka menyebutnya", Geri menjelaskan dengan sungguh-sungguh.

"Panda punya nama latin juga yaitu Ailuropoda melanoleuca, artinya kaki-kucing hitam-putih. Hmm..sepertinya aku jadi tahu kenapa kamu diberi nama Panda...he he he...bedanya makanan kegemaran mereka itu bambu, bukan daging atau ikan segar seperti kalian," kembali Geri tertawa terkekeh-kekeh.

Bona melirik ke arah Panda yang masih terkejut mendengar fakta namanya. Kepalanya sibuk sendiri dengan sejumlah pertanyaan. "Pasti adiknya kebingungan, tapi aku pun jadi penasaran kenapa aku bernama Bona. Apakah aku harus bertanya juga pada Geri?". 

Di sisi yang lain Panda masih tidak percaya apa yang barusan ia dengar. Penuturan Geri begitu meyakinkan. Hatinya diselimuti kegamangan. 

"Ternyata...aku Panda, bukan panda"
Read More

Sebuah Cerpen Anak : Doa-Doa Lelembut

Sabtu, 20 Juni 2020

Sebuah kabar tersebar di sebuah desa yang terletak jauh dari hiruk pikuk kehidupan manusia terdapat keluarga tak biasa. Pedesaan itu sangat jauh di bahu gunung terbesar di pulau ini.

Kita butuh setidaknya lebih dari tiga jam untuk bisa mencapainya dengan kendaraan kecil. Menempuh jalanan batu terjal, sempit dan berkelok-kelok. Melewati hutan yang daunnya masih rapat dan lebat. Kurang tampak di sisi jalanan itu. Membuat siapapun yang tak bernyali tak akan pernah sudi datang kemari.

Tak banyak rumah tinggal di desa itu, paling berkisar kurang dari lima belas gubuk kayu sederhana berjejer berjauhan letaknya. Keluarga yang tengah jadi perbincangan itu tinggal di rumah paling ujung dari perkampungan itu.

Ayah, Ibu dan seorang gadis kecil kira-kira usianya belum genap enam tahun tinggal di bangunan mungil yang tampak sangat asri. Si gadis itu sibuk mengejar kelinci yang berlarian di pelataran. Ayam-ayam yang sedang asyik mencari sarapan pun kaget ikut riuh berlarian. Ayahnya hanya tertawa melihat tingkah anak semata wayangnya itu.

"Lelembut, sudah Nak mereka jangan digoda. Itu lihat kasihan kan mereka ketakutan?", seru ayahnya sambil tetap berjongkok entah sedang mempersiapkan apa.

"Aah...Ayah mereka itu sedang bergembira", sahut Lelembut tetap saja menggoda kawanan peliharaannya. Tiga ekor kambing yang sedang merumput pun tampak ikut gelisah jikalau sebentar lagi mereka jadi sasaran gadis periang itu.

Ya namanya memang Lelembut, bukan Sheila, Santi atau Cindy seperti nama anak sebayanya. Nama itu memang sengaja dihadiahkan orang tuanya sebagai doa supaya buah hati tercintanya lembut hati. Memiliki kekayaan hati dari kelembutannya.

Tuhan mengabulkan doa mereka, Lelembut tumbuh menjadi gadis yang cantik, riang dan sangat lembut. Langkah kakinya sangat lembut bahkan ketika ia berlari-lari seperti tadi getarannya langkah tetap terasa senyap.

Sejak kecil ia gemar menemani ayahnya pergi masuk jauh ke dalam hutan mencari ranting-ranting untuk kayu bakar. Ibu melepas mereka dengan senyuman bahagia dan menantinya dengan setia.

Selama berpetualang Lelembut memiliki kebiasaan mengumpulkan barang-barang yang ia temui di jalanan. Sudah banyak temuan yang ia jadikan koleksi di kamarnya. Ayah hanya tersenyum melihat polah tingkahnya mengamati dari kejauhan dengan perasaan berbunga-bunga.

"Ayah, lihat ada yang terluka! Dia pucat dan lemas sekali.. Ayo Ayah kita bawa pulang saja", pinta Lelembut dalam tangisan kepanikan. Seekor kelinci terlihat kepayahan bertahan hidup. Ayah menuruti permintaan Lelembut. Segera ayah membuka baju luar untuk membungkus kelinci itu, menggendongnya dan setengah berlari mereka pulang. Lelembut tahu ayah bisa diandalkan. Ia bergegas berlari mengikuti langkah ayahnya.

Sesampainya di rumah ayah dibantu ibu berusaha semampunya menolong kelinci malang itu. Lelembut komat-kamit membaca doa yang ia bisa. Bersyukur pada akhirnya kelinci itu bisa diselamatkan dan sekarang menjadi sahabat karibnya. Ia beri nama Gobang.

Ternyata saat itu Gobang tak sengaja menelan plastik yang dibuang sembarangan oleh manusia, hingga ia mengganggu pencernaan dan napasnya. Tak berselang lama ayahnya membawa pulang musang yang terluka moncongnya karena kaleng bekas. Lelembut sedih bukan main.

Sejak itu Lelembut selalu meminta ayah agar ia boleh menemani masuk ke hutan. Justru ayah dan ibu bahagia dan bersukacita menyambut niat mulia anaknya. 

Tak jarang wadah kain yang Lelembut bawa kelebihan muatan. Kalau sudah begini ia akan tersenyum sangat manis agar ayah segera turun tangan.  Mengurangi beban karung Lelembut, lalu mengikat sisanya jadi satu dengan ranting-ranting pohon yang dikumpulkannya. Senyuman cerah merekah dari bibir Lelembut, bangga sekali ia pada ayahnya. Pahlawan dalam hidupnya.

Barang-barang yang dipungutnya adalah barang spesial yang ditinggalkan manusia ketika melakukan perjalanan mendaki ke puncak. Sudah tak terhitung 'harta karun' yang ia simpan dibrankas khusus buatan ayahnya. Tentu saja semua sudah dicuci bersih. Kata ibu semua itu dilakukan supaya tidak menyebabkan penyakit.. 

Sisir, botol beling berbagai bentuk, bungkus mie, kantong plastik bening juga warna-warni sudah tak terhitung lagi koleksinya. Tiap tiga pekan ayahnya harus ke kota untuk menukarkan barang-barang itu. Jika tidak pasti gudang jadi semakin sesak 

Semula ayah lakukan diam-diam takut Lelembut kecewa karena semua harta karun itu merupakan untaian doa-doanya untuk dunia.  Ibu bilang kepada kalau Ayah tetap harus jujur, maka dipanggil lah Lelembut diberikan penjelasan. 

Usai bercerita ayah memberikan semua uang hasil penukaran koleksi Lelembut. Tak hanya itu kejutan dari ayah berupa celengan kura-kura istimewa berwana merah kekuning-kuningan, membuat Lelembut girang bukan kepalang. Semangatnya menari-nari di awang-awang seperti kunang-kunang.

Kini celengannya sudah semakin berat, Lelembut pun berandai-andai ingin membeli sesuatu. Impiannya sejak dulu.

Apakah itu? Adakah yang tahu?
Read More

Menghidupkan Impian

Selasa, 09 Juni 2020

Libur telah usai saatnya memulai pembelajaran kembali di kelas Bunda Cekatan. Memasuki jurnal ketiga ini kami si kupu-kupu cantik diajak kembali mencermati peta pikiran yang telah dibuat masih jadi si Ulil yang akan memulai petualangannya.

Seringkali mendapat pertanyaan seperti berikut ini. Apa impian terbesarmu? Apa keinginanmu paling tinggi untuk diwujudkan selama hayat masih dikandung badan? Pertanyaan itu selalu tanpa aba-aba pasti muncul dalam diri, atau juga dari orang lain. Begitulah memang harusnua terjadi karena kebermaknaan diri merupakan salah satu ciri makhluk bumi paling 'seksi' bernama manusia.

Mengapa? Sebab hanya kita yang dititipkan akal untuk mengolah karsa. Bagaimana caranya? Carilah selalu the biggest why ketika akan sebelum memutuskan sesuatu.

Setidaknya itu yang seringkali aku coba lakukan. Bersyukur sejak lama meskipun belum jaman kenal istilah mind map sudah dikenalkan orang tua untuk menyadari sejak dini apa mau diri ini.

Mempertimbangkan segala sesuatu agar tiap keputusan selalu dibuat dengan sadar. Jika sudah seperti itu saat nanti di tengah jalan menemui aral tidak dengan serta merta menyerah dan berputus asa untuk mencari jalan keluar.

Bagi sebagian orang menarasikan impian itu tidak mudah. Apalagi menghidupkannya akan lebih butuh perjuangan lebih keras untuk mampu membayangkannya. Sesederhana apapun impian itu hidup akan selalu butuh tujuan. Semisal pilihannya hanya menyerahkan hidup pada ketidaksengajaan yang kemudian disebut keberuntungan. Kamu, aku, kita tetap butuh alasan untuk tetap menjejakkan kaki esok hari, bukan? Jika tidak aku takut kehidupan akan teramat membosankan karena hanya akan ada pengulangan. Baiklah boleh kok jika ada yang tidak setuju, kita harus merdeka sejak dalam pikiran bukan?

Ini pilihanku untuk terus mau menghidupkan impian. Sederhana saja tujuannya agar kelak saat masa ijin bernapas ini berakhir tak ada yang akan disesali.

Seperti jurnalku minggu ketiga ini, alhamdulillah setelah membaca ulang mind map semakin tinggi tingkat rasional diri untuk mewujudkannya (selain impian utama untuk bisa traveling kembali bersama sejoliku tentu saja!). Gambaran peta pikiran yang aku buat diawal bisa dibaca di sini.

First thing first! Sewaktu membuat mind map sebenarnya urutan dan urusan paling utama yang ingin diberesi adalah kemampuan Public Speaking. Namun, setelah melalui proses bercakap-cakap dengan diri sendiri tampaknya ranah konseling harus ditata kembali menjadi lebih kuat.

Sembari mengejar kemampuan di bidang Public Speaking sebagai penunjang aktivitasku sebagai seorang praktisi dan atau konselor pendidikan, anak dan remaja. Aku memutuskan untuk fokus belajar teknik konseling REBT dan ditambah nanti dengan Reality Therapy.

Beberapa percakapan sudah kami lakukan diprogram mentoring ini, sempat aku sampaikan di awal kepada beliau. Bahwa aku ingin menajamkan alias menaikkan kemampuan di bidang konseling kepada anak dan remaja khususnya konseling bagi mereka yang terdampak bullying ataupun kekerasan.


Gambaran di atas menunjukkan prioritas kecakapan yang dalam waktu dekat ini ingin diwujudkan, sedangkan penjabaran lebih detailnya ada pada ilustrasi gambar di bawah ini.



Sekelumit materi yang sudah kami diskusikan, yaitu tentang perbedaan CBT (Cognitive Behavior Therapy) dan REBT (Rational Emotive Behaby Therapy).

Perbedaannya adalah CBT menempatkan ranah emosi pada urutan ke 3 setelah kognitif dan perilaku. Jika pada teknik psikoterapi REBT, emosi berada di urutan ke 2 jadi alur dinamika psikologisnya beda dengan teknik CBT.

Jika dikaitkan lagi dengan praktek hidup berkesadaran, maka 'Mindfulness' ini lebih dominan kognitif pada masa kini pada prakteknya akan condong ke reality therapy, sedikit berbeda arah dengan CBT.

Reality therapy merupakan buatan William Glasser, dan teknik konseling ini lebih fit dan nyaman digunakan untuk klien remaja

Review singkat perbedaan alur konseling ketiganya :

CBT
- A (active event)
- B (believe)
- C (consequence)

REBT
- A (adversity)
- B (irational believe)
- C (emotional & behavior consequence)
- D (disputation)
- E ( effect of disputation)

Reality Therapy
- W (want)
- D (do)
- E (evaluation)
- P (planning)


Begitu lah jurnal impian dan rencana menghidupkan di minggu ketiga ini. Semoga Allah memberikan kemampuan diri ini untuk mau tumbuh dan belajar agar terus bisa berbagi kebermanfaatan.

Read More