Kakang Kawah Adi Ari-ari

Selasa, 15 Oktober 2019


Minggu lalu, bagi yang mengunjungi pelataran Semesta Nayanika akan menemukan pertanyaan tentang apa arti 'kakang kawah adi ari-ari'? Kalau belum baca tulisan waktu itu, sila tengok sebentar di sini ya!

Baiklah, kata-kata filosofi jawa tersebut adalah salah satu yang sering papa ulang saat menasihati kami. Disamping kata bijak  utama andalannya. 'Ojo lali (Jangan lupa), Ojo dumeh (Jangan sombong), Ojo ngoyo (jangan memaksakan diri)'.

Nah, akan coba aku jelaskan dengan sependek pemahamanku jadi misal ada kurangnya mohon dikoreksi dan beri saran positif untuk perbaikan isi dan maknanya.

Jika dari penuturan papa, makna sederhananya Kakang Kawah Adi Ari-ari adalah kita nggak perlu jadi susah karena amarah ataupun dendam saat ada yang menyakiti, berbuat tidak adil atau jahat sekalipun pada kita. Sebab, pasti akan ada yang lebih nggak terima kita didholimi seperti itu. Siapa pihak yang tidak terima itu? Tentu saja yang menciptakan manusia. Bentuk tidak terima-Nya tentu saja memiliki bentuk bermacam-macam. Jadi jangan kotori hati kita dengan susah payah membalas perbuatan mereka. Diam, terima dan bersabarlah.

Awalnya aku nggak paham betul apa maksud papa? Tapi seiring semakin banyak garam kehidupan yang sudah aku rasakan di dunia ini, rasanya aku mulai mengerti. Bahwa selalu saja akan ada yang sedang 'bekerja' tak kasat mata yang perintah itu langsung turun dari-Nya. Kalau meminjam kalimat mama, "Agama kita nggak mengenal karma, tapi ada hari pembalasan. Balasan itu separuh diterima manusia waktu di dunia, sisanya akan ditanggung di akhirat nanti".

Makna yang lebih dalam lagi tentang Kakang Kawah Adi Ari-ari ini juga pernah disampaikan oleh Cak Nun melalui analogi-analogi sederhana. Menurut beliau, arti filosofi jawa itu tidak lain adalah bahwa hidup itu harus diurus betul hubungannya dengan siapa, apa dan bagaimana?

Contohnya kita ini manusia, maka urusannya harus jelas, hubungan dengan Tuhannya, malaikatnya, utusannya, dan dengan semua ciptaan Tuhan bagaimana itu bagaimana? Semua harus jelas ikatannya.

Semua ini penting karena jika tidak akan menyebabkan kehancuran. Hancur karena orang-orang saat ini cenderung tidak peduli atau tidak memperhatikan dengan jelas urusan ikatan makna ini. Mereka hanya mengerti urusan kepentingan atau keuntungan pribadi semata.

Manusia saat ini hanya membangun kehidupan diatas ikatan-ikatan kepentingannya saja. Tidak mengikatnya pada ikatan yang hakiki. Maka, jika unsur yang mereka cari (untung) tidak tercapai, hancurlah ia.

Kakang kawah adi ari-ari, kalima pancer; adalah kalimat lengkap dari filosofi jawa tersebut. Kakang kawah artinya air ketuban disebut kakang karena ia lahir atau pecah terlebih dahulu, adi ari-ari adalah ari yang dilahirkan sesaat setelah bayi keluar. Getih artinya darah, selain ketuban yang berfungsi melindungi dan memberikan asupan nutrisi untuk kehidupan janin dalam rahim adalah darah. Lalu, puser atau tali pusat yang berjasa menghubungkan seorang ibu dengan bayi yang ada di rahimnya.

Ketika bayi lahir dari alam rahim, maka semua unsur-unsur itu juga ikut keluar dari tubuh sang ibu. Keempat unsur itulah yang diyakini masyarakat Jawa ditakdirkan oleh Allah Ta'alla untuk menjaga tiap manusia yang ada di semesta. Saudara tak kasat mata yang selalu siap menjaga kita. Pertanyaannya, siapakah Pancer? Pancer itu adalah bayi atau manusia itu sendiri yang dijaga oleh keempat "saudaranya".

Boleh percaya juga boleh tidak, yang jelas ada hal yang bisa aku petik sebagai pelajaran. Bahwa kita harus paham, keterikatan apa saja yang kita jalani dalam hidup ini. Supaya, kita tidak menjadi 'Awang Uwong' atau menjadi manusia hidup tapi tidak hidup atau sekedar hidup saja. Tidak menjalaninya dengan ilmu dan pengertian.

Makanya, 'Ojo Dumeh' (mirip lagi pesannya) begitu kaya Cak Nun. Kenapa jangan sombong? Karena, semua yang ada di semesta ini saling terhubung seperti yang sudah digambarkan di awal tadi. Siapakah pancernya (pusatnya) ? Allah Subhana wa Ta'ala, yang dipandu oleh Nur Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalam.

Alam semesta ini lebih kecil dari manusia, sebab kita adalah khalifah-Nya. Maka, betul kiranya jika kita harus senantiasa berpikir dan bertindak dengan kebijaksanaan. Jika tidak, maka kebinasaan yang akan diterima tak hanya bagi manusia tapi juga alam semesta.

Wallahu a'lam bishawab

Sumber Referensi :

https://youtu.be/fs-WMmmdUWk

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung. Tiada kesan tanpa kata dan saran darimu :)



Salam kenal,


Dee.Irum