Dapurku Istanaku

Jumat, 26 Oktober 2018

Rumahku surgaku, tiap kenyamanan hampir pasti diidentikkan dengan surga. Damai, tentram, sejahtera hanya ada bahagia. Begitulah kira-kira impian dan harapan tiap orang akan rumah idamannya. Sekuat tenaga semua anggota keluarga akan berjibaku mewujudkannya. Harapan bahwa rumah menjadi surga terindah bagi jiwa dan raga semua penghuninya.


Layaknya rumah, ada satu bagian ruangan di dalamnya yang memegang peranan penting. Ruang yang menyatukan ruh para penghuninya. Sempit ataupun luas tidak masalah sebab fungsinya jauh lebih kaya makna dibandingkan  ukurannya. Namun entah mengapa, sudah terlanjur dapur banyak dikonotasikan negatif sebagai tempat yang kotor, berantakan, tidak bersih apalagi rapi.

Memaknai dapur sangat bergantung pada pilihan dan pemahaman masing-masing orang melihat substansinya. Jika maknanya hanya sekedar tempat masak, meletakkan barang dan aneka bumbu, maka dapur hanya  dipahami sebagai tempat transit, sementara dan berkata, "Ah, tak perlu lah rapi-rapi amat toh juga cuma sebentar disana, masak, makan lalu ditinggal pergi".

Kalau ada orang memilih konsep berpikir demikian, ya cukup lah hargai saja. Kita tidak bisa memaksa preferensi orang lain bukan? Sebab semua pengalaman panca indera  tiap orang berbeda. Apa yang pernah dialami ruh dan raga seseorang saat proses mendengar, melihat, melakukan, merasa akan menentukan sudut pandangnya dan kemampuan menilai suatu hal termasuk cara menyikapi segala sesuatu disekelilingnya.

Bagaimana dengan aku? Aku mengakui berada disisi pemaknaan yang lainnya. Bagiku dan suami dapur adalah tempat paling strategis sekaligus romantis. Obrolan pagi didekat meja makan di dapur hampir tak boleh dilewatkan. Suara musik dari radio tua menemani merayakan "Coffe Morning Time" kami. Memang tidak selalu aku duduk gabung dikursi makan. Suamiku terus berbagi cerita sembari tangannya tak berhenti memantau dan menulis berita melalui gadget andalannya, sedang aku sibuk mempersiapkan  semua sesajen keperluan sarapan. Kami terus mengobrol, diskusi, bercanda, sesekali berdebat. Sebuah romantisme percakapan pagi hari yang kami percaya adalah rapal mantra paling ampuh untuk menguatkan ikatan cinta kasih di dalam rumah tangga ini. Filosofi dapur yang luar biasa, kan? he-he-he.

Obrolan ringan ini tak boleh kehilangan maknanya, kadang kami bicara soal remeh temeh seperti ternyata ada tikus mati entah diselokan siapa sampai berhari-hari baunya tak mau pergi hingga berita pilkada yang mulai makin menggelitik untuk diulik. Ssslurruuup... glek... sesekali ku jeda menyeruput kopi hitamku yang  selalu saja terlanjur dingin untuk dinikmati. 

Begitulah, dapur bagiku menjadi salah satu tempat mengejawantahkan rasa cinta, kasih dan sayang. Mulai dari menyiapkan menu, mengumpulkan bahan masakan, meracik bumbu, mengolah, memasak dan setelah matang kemudian berpikir bagaimana cara menyajikannya didepan para juri. Saat ini juri dirumah ini baru ada suami dan kelak dengan ijin Allah Ta'alla akan ada barisan juri luar biasa lainnya, anak-anak kami. Selain cita rasa yang sempurna, tampilan sajian makanan akan berperan penting pada baik buruknya selera makan tiap anggota keluarga. Peran dapur menjadi semacam pintu khusus (connecting door) yang menghubungkan tiap ruangan dalam rumah tanpa terkecuali.

Namun yang jadi ya tantangannya untuk berlama-lama di dapur jelas bukanlah kesenanganku. Tidak seperti yang lainnya yang gagah berani mengeksplorasi resep-resep baru dimajalah. Kalau aku hanya sebatas penikmat kuliner-kuliner saja lah.  Masak juga ya yang standard saja. Sebenarnya sesekali kalau agak longgar hobi juga melihat tayangan televisi masak memasak.  Padahal hasilnya cuma muka pengen doang sebab eksekusi resep adalah keniscayaan :).

Sesekali mencobanya sih tapi lebih banyak pilih masaknya ya yang aman saja lah ya..apalagi suami kalau makanan agak kecolok ala Western begitu suka protes. Ya, syukur deh lidahnya merah putih jadi gampang lah cari referensi. Setidaknya asal ada Warung Tegal atau Warung Nasi Padang masih buka tetap tentram lah hatiku. 

Pintaku pada Tuhan, semoga selalu bisa menjaga hangat cinta di istana dalam  surgaku ini agar terus mampu menghubungkan seluruh ruh-ruh penghuninya. Dapurku Istanaku.

#WanitadanPena
#Day05
#RumbelLiterasiMedia
#IbuProfesionalSemarang

2 komentar

  1. Alwaaaay love sama jejak-jejak katamu... Enak banget dibacanya. Cita2ku dulu nih.. punya ruang makan di dekat dapur ala2 kafe gitu. Tapi belum terlaksana, seringnya makan di ruang tamu wwkkw. Tapi dapur tetap romantis sih, soalnya sambil nyiapin ini itu, selalu ditemeni Affan yang jago ngeluarin barang2 dari raknya 😂😂

    BalasHapus
  2. Hmm..YESS dapur!! Dari sini aroma semangat pagi tercipta, dari segelas kopi yang menjadi lautan perbincangan luas. Dapur kita memang sederhana say, kursi dua, itu pun kalau gk dipakai di bona, (si kucing kepo yang penginnya ikut nguping), namun di dapur pulalah ribuan kursi-kursi mimpi menghias dari percakapan kecil. Dapur kita pun pemersatu raga, setidaknya saat gadget Made in China ku jadi thetring modem dadakan..ya begitulah ..antara kau, aku dan dapur ;-)

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung. Tiada kesan tanpa kata dan saran darimu :)



Salam kenal,


Dee.Irum